PERMASALAHAN
PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Makalah ini
disusun guna Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Prekonomian
Indonesia
Dosen
Pengampu :
Hermanita,
SE., MM.
DisusunOleh :
Dwi
Yulianto
(14118064)
Kelas: B
JURUSAN SYARI’AH
DAN EKONOMI ISLAM
PRODY EKONOMI
SYARIAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Ilahi Rabi yang telah memberikan
hidayah serta taufiq-Nya kepada penulis sehingga makalah Perekonomian Indonesia
dapat terselesaikan.
Dengan
disusunnya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami secara mendalam
tentang hal-hal yang berkaitan dngan materi yang dikaji dalam Perekonomian
Indonesia.
Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan.
Oleh karena itu, kepada para pembaca penulis mengharakan saran dan kritik demi
kesempurnan makalah ini.
Semoga makalah ini benar-benar dapat
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.
Metro,
28 Desember 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
a. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk melarang
PT Freeport Indonesia (PTFI) melakukan ekspor konsentrat mineral mentah jika belum membangun
pabrik pemurnian (smelter). Hal itu ternyata mempengaruhi kinerja dari
perusahaan tambang terbesar di Indonesia tersebut.
b. cadangan tambang Grasberg Papua hingga akhir tahun
tercatat sebesar 2,27 miliar ton biji. Dari miliaran biji tersebut terdiri dari
tembaga sebesar 23 juta ton, perak 9.800 ton dan emas sebesar 1.892 ton.
B.
Rumusan
Masalah
a. Bagaimana keadaan PT
Freeport Indonesia sekarang?
C.
Tujuan
a. Mengetahui keadaan PT Freeport Indonesa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Freeport di Indonesia
Berbicara mengenai PT Freeport, ada
beberapa fakta menarik mengenai perusahaan ini :
1.
Didirikan sejak 196
PT Freeport Indonesia mulai menambang
di Kabupaten Mimika Papua sejak April 1967. Selama lebih dari 40 tahun
terakhir, lebih dari Rp 140 triliun investasi dibenamkan di pertambangan
tersebut.
Membangun infrastruktur berupa jalan,
pelabuhan, bandara, kota mandiri, pembangkit listrik, tambang bawah tanah
hingga pabrik pengolahan.
Produksi pertama dari tambang terbuka
dilakukan 43 tahun silam. Eksplorasi cadangan tembaga dan emas mencapai
puncaknya pada 2001 di Tambang Grasberg, dengan kapasitas produksi hingga
mencapai 238 ribu ton per hari.
2.
Luas areal dan jumlah
pekerja
Freeport Mcmoran punya sejumlah
tambang lain selain di Indonesia. Khusus untuk yang berada di Papua, tambang
tersebut tersohor dengan nama tambang Grasberg.
Tambang modern dengan sistem kontrol
satu titik ini mampu mengawasi areal tambang seluas 10.000 hektare dengan
wilayah pendukung 202 ribu hektare, termasuk Pelabuhan Amamapare di hilir
Timika. Pekerjanya mencapai 12.000 orang.
3.
Terbesar di Dunia
Tambang Grasberg adalah tambang emas
yang terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia. Tak
heran, perusahaan ini terus bersikeras untuk memperpanjang renegosiasi kontrak
dengan pemerintah Indonesia.
Dikutip dari data PT Freeport
Indonesia, cadangan tambangan yang sedang digarap Freeport Indonesia di Papua
mencapai 2,27 miliar ton bijih, yang terdiri dari 1,02 persen tembaga, 0,83
gram per ton emas dan 4,32 gram per ton perak.
Sedangkan berdasarkan data
kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), dari cadangan tersebut,
produksinya mencapai 109, 5 juta ton bijih per tahun, dengan umur tambang 23,5
tahun.
PT Freeport tidak hanya memproduksi
emas, perak dan tembaga. PT Freeport juga memproduksi molybdenum dan rhenium,
sebuah hasil samping dari pemrosesan bijih tembaga.
4.
Tidak diolah di dalam
negeri
Sudah puluhan tahun PT Freeport
mengeruk emas dan mineral lainnya dari perut bumi Papua. Namun ternyata, hasil
tambang tersebut tidak diolah di dalam negeri, tapi diekspor dalam bentuk
konsentrat.
Hal ini membuat penerimaan negara
tidak optimal. Untuk itu, pemerintah akan melarang ekspor mineral mentah.
Melalui, Undang-undang No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU
Minerba) yang mewajibkan perusahaan tambang untuk membangun smelter, pengolahan
bahan mentah tambang menjadi bahan jadi.
PT Freeport berencana membangun smelter dengan
kapasitas 2,5 juta ton per tahun senilai US$ 2,3 miliar. Dalam proyek smelter
yang ditargetkan selesai pada 2017 itu, Freeport akan menggandeng perusahaan
tambang emas lainnya PT Newmont Nusa Tenggara.
Meski tinggal dua tahun lagi dari
target, pembangunan smelter tersebut belum juga menunjukkan tanda-tanda
kemajuan.
5.
RI cuma kuasai 9,36
persen saham
Meski berada di Indonesia, namun
mayoritas kepemilikan tambang emas itu berada di tangan perusahaan tambang asal
Amerika Serikat tersebut.
Saat ini Freeport-McMoRan Copper
& Gold Inc. tercatat memiliki 81,28 persen saham, pemerintah Indonesia
sekitar 9,36 persen dan PT Indocopper Investama sebanyak 9,36 persen.
Pemerintah kini meminta PT Freeport
untuk menivestasikan sahamnya sebesar 30 persen secara betahap. Namun hingga
kini, diskusi mengenai pelepasan saham itu masih alot.
6.
Kontrak karya Habis
2021
Kontrak Karya (KK) PT Freeport akan
habis pada 2021. Perusahaan ini bersikeras ingin segera memperpanjang kontrak
dengan pemerintah. Sementara menurut UU Minerba No 4 Tahun 2009 dan PP NO 77
Tahun 2014, perpanjangan operasi hanya boleh diajukan paling cepat 2 tahun
sebelum Kontrak Karya (KK) berakhir.
Jika KK berakhir 2021, maka menurut
aturan, pengajuan perpanjangan baru bisa dilakukan pada 2019. Jika perpanjangan
kontrak PT Freeport dikabulkan maka perusahaan asal AS itu bisa mengeruk emas
dan mineral lainnya hingga 2041.
7.
Investasi Jangka
Panjang
Cadangan emas yang menggiurkan,
membuat PT Freeport ingin terus menguasai tambang Grasberg. Bahkan, Freeport
sudah mengalokasikan dana sebesar US$ 17,3 miliar yang akan digunakan untuk
mengembangkan penambangan bawah tanah US$ 15 miliar dan pembangunan smelter US$
2,3 miliar
Freeport Klaim Produksinya Terpangkas 60%
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk melarang PT Freeport Indonesia (PTFI) melakukan ekspor konsentrat mineral mentah jika belum membangun
pabrik pemurnian (smelter). Hal itu ternyata mempengaruhi kinerja dari
perusahaan tambang terbesar di Indonesia tersebut.
Senior VP PT Freeport, Wahyu
Sunyoto, mengatakan akibat pelarangan tersebut kapasitas produksi tambang PTFreeport menurun. Tercatat produksi
tambangnya hanya 40 persen dari target produksi sebesar 220 ribu ton ore atau
biji per hari.
"Produksinya hanya untuk memenuhi smelter Gresik saja, jadi hanya 40
persen dari kapasitas terpasang. Kalau tidak salah seperti itu selama tujuh
bulan”, sementara untuk saat ini, kapasitas produksi Freeport sekitar 150-160
ribu ton biji per hari. Namun kapasitas produksi tersebut dianggapnya masih
kurang. Wahyu mengungkapkan, pihaknya berharap tahun depan kapasitas produksi
bisa meningkat menjadi 180-200 ribu ton biji per hari.
Harapan kami kapasitas produksi bisa kembali ke normal. Sekedar informasi,
cadangan tambang Grasberg Papua hingga akhir tahun tercatat sebesar 2,27 miliar
ton biji. Dari miliaran biji tersebut terdiri dari tembaga sebesar 23 juta ton,
perak 9.800 ton dan emas sebesar 1.892 ton.
PT Freeport Indonesia mulai menambang
di Kabupaten Mimika Papua sejak April 1967. Selama lebih dari 40 tahun
terakhir, lebih dari Rp 140 triliun investasi dibenamkan di pertambangan
tersebut.
Membangun infrastruktur berupa jalan,
pelabuhan, bandara, kota mandiri, pembangkit listrik, tambang bawah tanah
hingga pabrik pengolahan.
Produksi pertama dari tambang terbuka
dilakukan 43 tahun silam. Eksplorasi cadangan tembaga dan emas mencapai
puncaknya pada 2001 di Tambang Grasberg, dengan kapasitas produksi hingga
mencapai 238 ribu ton per hari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Harapan kami
kapasitas produksi bisa kembali ke normal. Sekedar informasi, cadangan tambang
Grasberg Papua hingga akhir tahun tercatat sebesar 2,27 miliar ton biji. Dari
miliaran biji tersebut terdiri dari tembaga sebesar 23 juta ton, perak 9.800
ton dan emas sebesar 1.892 ton.
2. Sudah puluhan tahun Freeport mengeruk
emas dan mineral lainnya dari perut bumi Papua. Namun ternyata, hasil tambang
tersebut tidak diolah di dalam negeri, tapi diekspor dalam bentuk konsentrat. Hal
ini membuat penerimaan negara tidak optimal. Untuk itu, pemerintah akan
melarang ekspor mineral mentah. Melalui, Undang-undang No 4/2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang mewajibkan perusahaan
tambang untuk membangun smelter, pengolahan bahan mentah tambang
menjadi bahan jadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar